Rabu, 14 Agustus 2013

KARAWANG: JUMPA PERTAMA


Hari Minggu (11/8/2013) sekitar Pkl. 09.00, kami berangkat menuju Karawang dari Ciruluk, Tanjungsari. Pkl. 09.30, saudara saya membeli tahu sumedang yang berada di daerah Cikuda. Mobil-mobil pengunjung telah memenuhi lahan parkir. “Alhamdulillah, ti bulan syaum keneh seer nu meser”, ujar Ibu pemilik warung dekat toko tahu sumedang. Saya membeli makanan cemilan sambil menunggu saudara yang sedang mengantri membeli tahu sumedang, “aduh, antrian 50 yeh”, Uwa berkata. Hawa panas dan debu dari depan jalan tak menghalangi saudara saya untuk membeli tahu yang tersohor di Jatinangor ini.

Tak sampai 30 menit, saudara saya telah membawa beberapa keranjang tahu sumedang. Ternyata dia berhasil mengelabui pegawainya dengan mengambil nomor undian yang lebih kecil, “Kebayang kan mun dapat antrian 50”, ujarnya. Cerdik juga. Dibandingkan saya, dia lebih berani dalam hal mengantri. Saudara saya mulai mengemudi mobil kembali menuju Karawang. Para pengunjung tetap membludak mengantri membeli tahu sumedang. Saya jadi teringat ketika masa OSPEK kuliah dulu, kami sekelompok mengerjakan tugas sambil makan tahu di tempat yang masih sepi ini.

Setelah tol Cileunyi terlewati, keponakanku tertidur di kedua paha saya. Selang tak berapa lama, saya pun ikut tertidur. Ketika terbangun, arah mobil memasuki Kota Bukit Indah, lalu Cikopo. “Nanti, kalau turun bus di sini, tinggal naik angkot saja ke Cikampek”, kata saudaraku. Mobil ini berbelok ke kiri lalu lurus. Saudara saya terus memberitahu agar saya mengingat arah jalan. Jujur, saya pusing melihatnya. Mobil yang dilaju mengambil jalan pintas masuk ke dalam suatu perumahan, berbelok-belok seperti ular yang bergoyang, keluar lalu masuk ke jalan raya, belok ke kanan lurus. Beberapa tempat telah terlewati, seperti KUA tempat saudara saya bekerja dan konter HP milik temannya. Akhirnya, ketika saya lihat plang bertulisan Jalan Bangbu Desa Jatisari, mobil pun berbelok ke kanan. Jalan gang ini agak besar hingga dapat muat dua mobil, namun jalan tanahnya berlubang dan tidak rata. Hujan lama tidak turun membuat dedaunan pohon dan pagar tiap rumah berwarna cokelat kekuning-kuningan.

Sesampainya di rumah milik saudara, kami memindahkan barang-barang bawaan di mobil. Lalu kami menikmati hawa Karawang yang panas di teras samping rumah, hawa panas ini membuat kulit terasa lengket dan kepala  agak berat. Untungnya kelapa muda yang dicampur gula kawung  membantu kepala agak ringan. Dan santapan makan siang sayur asem, ikan asin, daging sapi bumbu, tahu, dan sambal telah disediakan Uwa Dede di meja makan. Kami langsung tancap gas menyantapnya.

Setelah Uwa dan saudara pulang ke Tanjungsari, tinggal saya yang numpang menginap di rumah saudara yang tinggal di Karawang. Sorenya, saya ditraktir makan mie baso khas Jalan Bangbu, mie bihunnya terdapat dua warna, warna putih dan biru, berbeda sekali dengan mie baso yang di kampung saya. Harga seporsinya Rp.8000, memang lebih mahal daripada di kampung saya.
Malam terasa bergerak cepat di sini. Saya kebagian tidur di kamar belakang, berdekatan dengan dapur dan kamar mandi. Saya tidur pulas hanya satu jam saja. Sisa waktu dipakai memerangi nyamuk yang menyerbu di kamar ini. Memang, saudara saya telah bilang berapa kali kalau di Karawang banyak nyamuk. Saya pikir bila telah dismeprot obat nyamuk satu kali semua nyamuk langsung menghilang. Nyatanya, malah bertambah saja koloninya. Sebelum saya tidur, kamar ini telah disemprot obat nyamuk. Obat nyamuk ini hanya bertahan beberapa jam saja. Nyamuk-nyamuk banyak menghinggapi saya ketika tidur. Posisi tidur sudah miring kanan, kiri, telungkup tetap saja dihinggapi nyamuk. Suaranya yang mendengung membuat berisik kamar ini. Pada Pkl. 03.00 Shubuh, setelah pergi ke kamar mandi, saya menemukan sebotol obat nyamuk di bawah ranjang. Saya langsung semprot tiap sudut kamar ini, memang baunya menusuk, tapi demi ketentraman saat tidur aku menahan baunya. Alhasil, nyamuk-nyamuk terkapar meregang nyawa di lantai. Aku pun tidur kembali, menyimpan tenaga untuk survey tempat nanti pagi.

Suami saudara saya mengantar survey tempat mengajar menggunakan motor barunya. Saya yang berada di jok belakang merasa was-was karena motor yang dilajunya sangat cepat. Entahlah, bila saya yang mengendarai motor dengan kecepatan 60 km/h ke atas serasa tak ngebut. Motor besar ini menyalip tiap mobil dan motor yang menghadangnya. Kulihat kiri dan kanan jalan. Suasananya serasa di daerah Banjar dan Pangandaran. Para petani membawa jerami atau barang-barangnya menggunakan sepedah. Ketika melewati satu pasar, ada sebuah toko yang khusus menjual perlengkapan mayat. Tulisan dalam spanduknya terang-terangan menyediakan berbagai perlengkapan mayat, seperti boeh, ,kamper, kain kafan, dan tikar pandan. Rak depan tokonya pun diisi sebuah perlengkapan mayat yang telah dibungkus dan siap pakai. Terasa aneh melihatnya. Ketika hamparan sawah dilewati, lokasi yang dituju pun ketemu. Plang nama sekolahnya dengan gedungnya jauh lagi , jika naik motor perlu 10 menit. Inilah gedung yang akan saya kunjungi tiap minggunya.

Orang-orang telah memenuhi tempat menunggu bus ini. Telah 3 bus jurusan Cikarang-Bandung lewat begitu saja. Saya menunggu jurusan bus yang ke daerah Garut atau Tasik. Alasannya biar saya turun di daerah Cileunyi. Tak lama, bus jurusan Garut-Cikarang berhenti di di depan saya. Setelah pamit ke saudara yang mengantar, bus ini pun kunaiki. Inilah bus kali pertama kunaiki dari Karawang dan untuk tiap minggunya. (14/8/2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar