Hari Minggu (11/8/2013) sekitar
Pkl. 09.00, kami berangkat menuju Karawang dari Ciruluk, Tanjungsari. Pkl.
09.30, saudara saya membeli tahu sumedang yang berada di daerah Cikuda.
Mobil-mobil pengunjung telah memenuhi lahan parkir. “Alhamdulillah, ti bulan syaum keneh seer nu meser”,
ujar Ibu pemilik warung dekat toko tahu sumedang. Saya membeli makanan cemilan
sambil menunggu saudara yang sedang mengantri membeli tahu sumedang, “aduh,
antrian 50 yeh”, Uwa berkata. Hawa
panas dan debu dari depan jalan tak menghalangi saudara saya untuk membeli tahu
yang tersohor di Jatinangor ini.
Tak sampai 30 menit, saudara
saya telah membawa beberapa keranjang tahu sumedang. Ternyata dia berhasil
mengelabui pegawainya dengan mengambil nomor undian yang lebih kecil, “Kebayang
kan mun dapat antrian 50”, ujarnya. Cerdik juga. Dibandingkan saya, dia lebih
berani dalam hal mengantri. Saudara saya mulai mengemudi mobil kembali menuju
Karawang. Para pengunjung tetap membludak mengantri membeli tahu sumedang. Saya
jadi teringat ketika masa OSPEK kuliah dulu, kami sekelompok mengerjakan tugas
sambil makan tahu di tempat yang masih sepi ini.
Setelah tol Cileunyi terlewati,
keponakanku tertidur di kedua paha saya. Selang tak berapa lama, saya pun ikut
tertidur. Ketika terbangun, arah mobil memasuki Kota Bukit Indah, lalu Cikopo. “Nanti,
kalau turun bus di sini, tinggal naik angkot saja ke Cikampek”, kata saudaraku.
Mobil ini berbelok ke kiri lalu lurus. Saudara saya terus memberitahu agar saya
mengingat arah jalan. Jujur, saya pusing melihatnya. Mobil yang dilaju
mengambil jalan pintas masuk ke dalam suatu perumahan, berbelok-belok seperti
ular yang bergoyang, keluar lalu masuk ke jalan raya, belok ke kanan lurus. Beberapa
tempat telah terlewati, seperti KUA tempat saudara saya bekerja dan konter HP
milik temannya. Akhirnya, ketika saya lihat plang bertulisan Jalan Bangbu Desa
Jatisari, mobil pun berbelok ke kanan. Jalan gang ini agak besar hingga dapat
muat dua mobil, namun jalan tanahnya berlubang dan tidak rata. Hujan lama tidak
turun membuat dedaunan pohon dan pagar tiap rumah berwarna cokelat
kekuning-kuningan.
Sesampainya di rumah milik
saudara, kami memindahkan barang-barang bawaan di mobil. Lalu kami menikmati
hawa Karawang yang panas di teras samping rumah, hawa panas ini membuat kulit
terasa lengket dan kepala agak berat. Untungnya
kelapa muda yang dicampur gula kawung
membantu kepala agak ringan. Dan santapan makan siang sayur asem, ikan
asin, daging sapi bumbu, tahu, dan sambal telah disediakan Uwa Dede di meja
makan. Kami langsung tancap gas menyantapnya.
Setelah Uwa dan saudara pulang
ke Tanjungsari, tinggal saya yang numpang menginap di rumah saudara yang
tinggal di Karawang. Sorenya, saya ditraktir makan mie baso khas Jalan Bangbu, mie
bihunnya terdapat dua warna, warna putih dan biru, berbeda sekali dengan mie
baso yang di kampung saya. Harga seporsinya Rp.8000, memang lebih mahal
daripada di kampung saya.
Malam terasa bergerak cepat di
sini. Saya kebagian tidur di kamar belakang, berdekatan dengan dapur dan kamar
mandi. Saya tidur pulas hanya satu jam saja. Sisa waktu dipakai memerangi
nyamuk yang menyerbu di kamar ini. Memang, saudara saya telah bilang berapa
kali kalau di Karawang banyak nyamuk. Saya pikir bila telah dismeprot obat
nyamuk satu kali semua nyamuk langsung menghilang. Nyatanya, malah bertambah
saja koloninya. Sebelum saya tidur, kamar ini telah disemprot obat nyamuk. Obat
nyamuk ini hanya bertahan beberapa jam saja. Nyamuk-nyamuk banyak menghinggapi
saya ketika tidur. Posisi tidur sudah miring kanan, kiri, telungkup tetap saja
dihinggapi nyamuk. Suaranya yang mendengung membuat berisik kamar ini. Pada
Pkl. 03.00 Shubuh, setelah pergi ke kamar mandi, saya menemukan sebotol obat
nyamuk di bawah ranjang. Saya langsung semprot tiap sudut kamar ini, memang
baunya menusuk, tapi demi ketentraman saat tidur aku menahan baunya. Alhasil,
nyamuk-nyamuk terkapar meregang nyawa di lantai. Aku pun tidur kembali,
menyimpan tenaga untuk survey tempat nanti pagi.
Suami saudara saya mengantar survey
tempat mengajar menggunakan motor barunya. Saya yang berada di jok belakang
merasa was-was karena motor yang dilajunya sangat cepat. Entahlah, bila saya
yang mengendarai motor dengan kecepatan 60 km/h ke atas serasa tak ngebut.
Motor besar ini menyalip tiap mobil dan motor yang menghadangnya. Kulihat kiri
dan kanan jalan. Suasananya serasa di daerah Banjar dan Pangandaran. Para
petani membawa jerami atau barang-barangnya menggunakan sepedah. Ketika
melewati satu pasar, ada sebuah toko yang khusus menjual perlengkapan mayat.
Tulisan dalam spanduknya terang-terangan menyediakan berbagai perlengkapan
mayat, seperti boeh, ,kamper, kain
kafan, dan tikar pandan. Rak depan tokonya pun diisi sebuah perlengkapan mayat
yang telah dibungkus dan siap pakai. Terasa aneh melihatnya. Ketika hamparan
sawah dilewati, lokasi yang dituju pun ketemu. Plang nama sekolahnya dengan
gedungnya jauh lagi , jika naik motor perlu 10 menit. Inilah gedung yang akan
saya kunjungi tiap minggunya.
Orang-orang telah memenuhi
tempat menunggu bus ini. Telah 3 bus jurusan Cikarang-Bandung lewat begitu
saja. Saya menunggu jurusan bus yang ke daerah Garut atau Tasik. Alasannya biar
saya turun di daerah Cileunyi. Tak lama, bus jurusan Garut-Cikarang berhenti di
di depan saya. Setelah pamit ke saudara yang mengantar, bus ini pun kunaiki.
Inilah bus kali pertama kunaiki dari Karawang dan untuk tiap minggunya.
(14/8/2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar