Rabu, 12 Juni 2013

Membaca dan Menulis


Pustakawan sebagai tonggak berkembangnya suatu perpustakaan. Pustakawanlah yang menggerakkan kegiatan-kegiatan di perpustakaan, seperti pengadaan, pengolahan, pelayanan, pelestarian, pendokumentasian, dan pengklipingan. Kegiatan pengadaan, pengolahan, pelestarian, pendokumentasian dan pengklipingan merupakan kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan pemustaka. Sedangkan kegiatan pelayanan merupakan kegiatan yang berhubungan langsung dengan pemustaka, baik di ruang perpustakaan atau luar perpustakaan. Hal ini sesuai salah satu tugas pustakawan dalam UU No. 43 Tahun 2007, pasal 32 yang menyebutkan “bahwa tenaga perpustakaan berkewajiban: a) memberikan layanan prima terhadap pemustaka….”(Rusmana, 2012). Pustakawan dituntut melakukan layanan prima yang dapat memenuhi kebutuhan informasi pustakawan dan menggunakannya secara tepat.

Pustakawan melakukan pelayanan di ruang perpustakaan berupa melayani peminjaman, pengembalian, pencarian koleksi dan informasi. Sedangkan pelayanan di luar ruangan perpustakaan berupa pemberian materi tentang literasi informasi, misalnya pemahaman plagiat. Kedua jenis pelayanan perpustakaan ini menuntut pustakawan untuk menguasai koleksi yang ada di perpustakaan dan materi literasi informasi. Salah satu caranya ialah membaca dan menulis. Kemampuan dasar inilah yang dapat meningkatkan kualitas seorang pustakawan.

Ketika kita membaca, pikiran/daya khayal kita terbawa oleh permainan kata-katanya. Hasilnya kita dapat berpikir tentang gagasan dalam bacaan tersebut, lalu dituangkan ke dalam tulisan yang berisi sebuah kesimpulan. Tentunya dari dua kegiatan ini bila terus dilakukan akan pembuat pustakawan kreatif dan produktif. Pustakawan akan terus mencari ide baru dan menghasilkan produk dalam mengembangkan perpustakaan.

Untuk itu, mengerjakan dua kegiatan ini dapat dimulai dari hal yang kita sukai, misalnya bahan bacaan fiksi. Membaca bahan bacaan fiksi dapat membuat pikiran kita memiliki daya khayal. Sehingga mendorong kita ketagihan untuk membaca lagi. Lama kelamaan kita pun akan membaca segala jenis bacaan, termasuk bacaan non fiksi. Hal serupa pun sama dalam hal menulis. Ketika kita menulis ulasan dari bahan yang dibaca, kita akan menjadi tertarik untuk menulis tentang tema apa pun.

Apabila kita sering melakukan dua kegiatan ini, banyak keuntungan yang dapat diperoleh pustakawan. Pustakawan dapat mengetahui judul dan isi koleksi perpustakaan. Sehingga dapat membantu pemustaka dalam memberikan koleksi yang cocok dan dibutuhkannya. Selain itu, pustakawan pun dapat menguasai materi literasi informasi yang akan dibahas.

Teknisnya kita membaca judul, daftar isi, kata pengantar, dan intisari di bagian jilid belakang. Lalu kita menuliskan rangkuman atau isi bahan tersebut menjadi sebuah bibliografi keilmuan. Akhirnya, kita dapat mengingat judul beserta isi bahan bacaan. Kemampuan inilah yang akan mengalahkan kecanggihan katalog elektronik. Karena sebagian pencarian di katalog elektronik membantu dalam mencari judul dan tema bahan bacaan saja. Sedangkan, pemustaka mencari sebuah informasi yang biasanya ditemukan dalam bab bacaan tersebut.

Mengenai tema-tema literasi informasi, kita dapat membacanya lalu mempraktekkan sendiri, contohnya dalam hal sanitasi pustaka untu menghindari plagiat tulisan. Kita membaca dan memilih satu model sanitasi, misalnya sanitasi APA (American Physicological Association). Kita mempelajari bagaimana cara mengutip dalam tulisan. Lalu kita membuat sebuah tulisan dan menggunakan kutipan menurut model APA.

Pada akhirnya, kegiatan-kegiatan di atas akan membuat kita sebagai pustakawan yang terus mengembangkan kemampuan diri. Tak hanya sering mengikuti beragam pelatihan, tapi juga  kegiatan yang dimulai dari diri sendirilah. (Manglayang, 23/5/2013)

Daftar Pustaka
Rusmana, Agus. (2012). Pendekatan Kurikulum di Lembaga pendidikan Ilmu Perpustakaan Pasca diterbitkannya UU No. 43 tentang Perpustakaan Tahun 2007. Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan. Sumedang: LP3