Pustakawan sebagai tonggak berkembangnya suatu
perpustakaan. Pustakawanlah yang menggerakkan kegiatan-kegiatan di
perpustakaan, seperti pengadaan, pengolahan, pelayanan, pelestarian,
pendokumentasian, dan pengklipingan. Kegiatan pengadaan, pengolahan,
pelestarian, pendokumentasian dan pengklipingan merupakan kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan pemustaka. Sedangkan kegiatan pelayanan merupakan
kegiatan yang berhubungan langsung dengan pemustaka, baik di ruang perpustakaan
atau luar perpustakaan. Hal ini sesuai salah satu tugas pustakawan dalam UU No.
43 Tahun 2007, pasal 32 yang menyebutkan “bahwa tenaga perpustakaan
berkewajiban: a) memberikan layanan prima terhadap pemustaka….”(Rusmana, 2012).
Pustakawan dituntut melakukan layanan prima yang dapat memenuhi kebutuhan
informasi pustakawan dan menggunakannya secara tepat.
Pustakawan melakukan pelayanan di ruang perpustakaan
berupa melayani peminjaman, pengembalian, pencarian koleksi dan informasi.
Sedangkan pelayanan di luar ruangan perpustakaan berupa pemberian materi
tentang literasi informasi, misalnya pemahaman plagiat. Kedua jenis pelayanan
perpustakaan ini menuntut pustakawan untuk menguasai koleksi yang ada di
perpustakaan dan materi literasi informasi. Salah satu caranya ialah membaca
dan menulis. Kemampuan dasar inilah yang dapat meningkatkan kualitas seorang
pustakawan.
Ketika kita membaca, pikiran/daya khayal kita terbawa
oleh permainan kata-katanya. Hasilnya kita dapat berpikir tentang gagasan dalam
bacaan tersebut, lalu dituangkan ke dalam tulisan yang berisi sebuah kesimpulan.
Tentunya dari dua kegiatan ini bila terus dilakukan akan pembuat pustakawan
kreatif dan produktif. Pustakawan akan terus mencari ide baru dan menghasilkan
produk dalam mengembangkan perpustakaan.
Untuk itu, mengerjakan dua kegiatan ini dapat dimulai
dari hal yang kita sukai, misalnya bahan bacaan fiksi. Membaca bahan bacaan
fiksi dapat membuat pikiran kita memiliki daya khayal. Sehingga mendorong kita
ketagihan untuk membaca lagi. Lama kelamaan kita pun akan membaca segala jenis
bacaan, termasuk bacaan non fiksi. Hal serupa pun sama dalam hal menulis.
Ketika kita menulis ulasan dari bahan yang dibaca, kita akan menjadi tertarik
untuk menulis tentang tema apa pun.
Apabila kita sering melakukan dua kegiatan ini, banyak
keuntungan yang dapat diperoleh pustakawan. Pustakawan dapat mengetahui judul
dan isi koleksi perpustakaan. Sehingga dapat membantu pemustaka dalam
memberikan koleksi yang cocok dan dibutuhkannya. Selain itu, pustakawan pun dapat
menguasai materi literasi informasi yang akan dibahas.
Teknisnya kita membaca judul, daftar isi, kata
pengantar, dan intisari di bagian jilid belakang. Lalu kita menuliskan
rangkuman atau isi bahan tersebut menjadi sebuah bibliografi keilmuan. Akhirnya,
kita dapat mengingat judul beserta isi bahan bacaan. Kemampuan inilah yang akan
mengalahkan kecanggihan katalog elektronik. Karena sebagian pencarian di
katalog elektronik membantu dalam mencari judul dan tema bahan bacaan saja.
Sedangkan, pemustaka mencari sebuah informasi yang biasanya ditemukan dalam bab
bacaan tersebut.
Mengenai tema-tema literasi informasi, kita dapat
membacanya lalu mempraktekkan sendiri, contohnya dalam hal sanitasi pustaka
untu menghindari plagiat tulisan. Kita membaca dan memilih satu model sanitasi,
misalnya sanitasi APA (American Physicological Association). Kita mempelajari
bagaimana cara mengutip dalam tulisan. Lalu kita membuat sebuah tulisan dan
menggunakan kutipan menurut model APA.
Pada akhirnya, kegiatan-kegiatan di atas akan membuat
kita sebagai pustakawan yang terus mengembangkan kemampuan diri. Tak hanya
sering mengikuti beragam pelatihan, tapi juga
kegiatan yang dimulai dari diri sendirilah. (Manglayang, 23/5/2013)
Daftar
Pustaka
Rusmana,
Agus. (2012). Pendekatan Kurikulum di
Lembaga pendidikan Ilmu Perpustakaan Pasca diterbitkannya UU No. 43 tentang
Perpustakaan Tahun 2007. Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan.
Sumedang: LP3