Minggu, 14 Juli 2013

SENI MENGOBROL


Judul                            
  • Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Di Mana Saja: Rahasia-rahasia Komunikasi yang Baik

Penulis                         
  • Larry King dan Bill Gilbert
Penerjemah                
  •  Marcus Prihminto Widodo
Penerbit                      
  •  Gramedia, 1995
Halaman                              
  • XV, 162 hal.
Penerjemah                
  • Marcus Prihminto Widodo
 
Saat aku sedang antri membayar denda pengembalian buku Agatha Cristi, aku tergeser oleh seorang perempuan yang hendak mendahului antrian. Badanku terdesak ke dekat rak buku kumpulan karya pengarang-pengarang Eropa. Tak sengaja aku tertarik oleh buku  bersampul warna putih yang  judul awalnya berbunyi "Seni Berbicara…”. Aku langsung mengambilnya, lalu kubaca kata pengantar dan intisari di sampul belakangnya. Ternyata, inilah buku yang selama ini kucari dan kubutuhkan tentang berbicara. 

Buku yang berisi 12 bab ini semuanya menjelaskan permasalahan yang dihadapi Larry King, selaku penulis, selama berkarya di dunia komunikasi. Gaya tulisannya seperti bercerita langsung kepada pembaca sehingga waktu membaca dari bab ke bab terasa cepat, ringan saja bacanya. Walau buku yang kubaca hasil terjemahannya, kalimat-kalimatnya tidak memuat bahasa ilmiah, atau bahasa yang sulit kubaca. Mungkin, inilah bentuk komunikasi penulis dengan para pembacanya, khususnya diriku yang perlu waktu lama memahami suatu tulisan. Isi tulisan yang disampaikannya mampu cepat dimengerti dan menyentuh hati pembaca. Sesuai dengan apa yang diutarakan penulis bahwa kata yang tidak dimengerti, “hanya mengacaukan perkataan kita, berarti juga mengacaukan apa yang didengar pendengar kita (p.62).

Tak hanya itu, penulis pun mengajarkan kita untuk tidak menyela saat berbicara, ya kebiasaan buruk diriku. Penulis mengatakan, “untuk menjadi pembicara yang baik, anda harus menjadi pendengar yang baik” (p.18). Mendengarkan penuh orang yang sedang berbicara dengan kita ialah hal terbaik untuk memulai pembicaraan. Dari hal ini, aku tersadar kalau di setiap obrolan kadang aku tidak menyimaknya, kadang menyela dan tidak fokus arah pembicaraan. Akibatnya, di akhir obrolan saya bertanya, “eh, tadi kamu ngomong apa?”. Tentunya lawan bicara kesal dan bilang, “dasar oon”. Memang ini kebiasaan kecil yang kadang saya hiraukan. 

Selain kedua hal di atas, dua hal lagi yang menurutku inti dari sebuah pembicaraan ialah kenyamanan dan penguasaan materi pembicaraan. Penulis bercerita sewaktu dia bekerja sebagai penyiar radio dan pembawa acara di Larry King Show, penulis banyak mewawancarai atau mengajak ngobrol setiap tamunya. Kadang penulis merasa nyaman dan tidak nyaman dengan tamunya tergantung dari antusias dan arah pembicaraan para tamunya. Bila situasi obrolan tidak menyenangkan, Larry King menganjurkan jangan pernah mengobrol dengan orang tersebut lagi. Ya, ternyata kenyamanan dalam obrolan pun menunjukkan kepribadian pembicaranya. Selain kenyamanan, penguasaan materi pun menentukan keberlangsungan pembicaraan. Larry King pernah menjadi seorang pembicara dalam tema yang tidak dikuasainya. Dia merasa bersalah atas materi yang disampaikannya tidak menyentuh sesuai tema acara. Jadi, perlu kesiapan diri untuk menyiapkan  materi dan menyampaikannya.

Setelah tiga minggu, buku ini selesai kubaca saat menunggu telpon di meja  teman kerjaku. Saat ku menulis resensi ini, terbayang Larry King sedang menungguku untuk mengobrol di meja perpustakaan.                                                                                          Manglayang, 14 Juli 2013