Judul
Penulis
- Larry King dan Bill Gilbert
Penerjemah
- Marcus Prihminto Widodo
Penerbit
- Gramedia, 1995
Halaman
- XV, 162 hal.

- Marcus Prihminto Widodo
Saat aku sedang antri membayar denda
pengembalian buku Agatha Cristi, aku tergeser oleh seorang perempuan yang
hendak mendahului antrian. Badanku terdesak ke dekat rak buku kumpulan karya
pengarang-pengarang Eropa. Tak sengaja aku tertarik oleh buku bersampul warna putih yang judul awalnya berbunyi "Seni Berbicara…”. Aku
langsung mengambilnya, lalu kubaca kata pengantar dan intisari di sampul
belakangnya. Ternyata, inilah buku yang selama ini kucari dan kubutuhkan tentang
berbicara.
Buku yang berisi 12 bab ini semuanya
menjelaskan permasalahan yang dihadapi Larry King, selaku penulis, selama
berkarya di dunia komunikasi. Gaya tulisannya seperti bercerita langsung kepada
pembaca sehingga waktu membaca dari bab ke bab terasa cepat, ringan saja
bacanya. Walau buku yang kubaca hasil terjemahannya, kalimat-kalimatnya tidak
memuat bahasa ilmiah, atau bahasa yang sulit kubaca. Mungkin, inilah bentuk
komunikasi penulis dengan para pembacanya, khususnya diriku yang perlu waktu
lama memahami suatu tulisan. Isi tulisan yang disampaikannya mampu cepat
dimengerti dan menyentuh hati pembaca. Sesuai dengan apa yang diutarakan
penulis bahwa kata yang tidak dimengerti, “hanya mengacaukan perkataan kita,
berarti juga mengacaukan apa yang didengar pendengar kita (p.62).
Tak hanya itu, penulis pun mengajarkan kita
untuk tidak menyela saat berbicara, ya
kebiasaan buruk diriku. Penulis mengatakan, “untuk menjadi pembicara yang baik,
anda harus menjadi pendengar yang baik” (p.18). Mendengarkan penuh orang yang
sedang berbicara dengan kita ialah hal terbaik untuk memulai pembicaraan. Dari
hal ini, aku tersadar kalau di setiap obrolan kadang aku tidak menyimaknya,
kadang menyela dan tidak fokus arah pembicaraan. Akibatnya, di akhir obrolan
saya bertanya, “eh, tadi kamu ngomong apa?”. Tentunya lawan bicara kesal dan
bilang, “dasar oon”. Memang ini
kebiasaan kecil yang kadang saya hiraukan.
Selain kedua hal di atas, dua hal lagi yang
menurutku inti dari sebuah pembicaraan ialah kenyamanan dan penguasaan materi
pembicaraan. Penulis bercerita sewaktu dia bekerja sebagai penyiar radio dan
pembawa acara di Larry King Show, penulis banyak mewawancarai atau mengajak
ngobrol setiap tamunya. Kadang penulis merasa nyaman dan tidak nyaman dengan
tamunya tergantung dari antusias dan arah pembicaraan para tamunya. Bila
situasi obrolan tidak menyenangkan, Larry King menganjurkan jangan pernah
mengobrol dengan orang tersebut lagi. Ya, ternyata kenyamanan dalam obrolan pun
menunjukkan kepribadian pembicaranya. Selain kenyamanan, penguasaan materi pun
menentukan keberlangsungan pembicaraan. Larry King pernah menjadi seorang
pembicara dalam tema yang tidak dikuasainya. Dia merasa bersalah atas materi
yang disampaikannya tidak menyentuh sesuai tema acara. Jadi, perlu kesiapan
diri untuk menyiapkan materi dan menyampaikannya.
Setelah tiga minggu, buku ini selesai kubaca
saat menunggu telpon di meja teman
kerjaku. Saat ku menulis resensi ini, terbayang Larry King sedang menungguku
untuk mengobrol di meja perpustakaan. Manglayang, 14 Juli 2013