Sutradara: Sophie Lellouche
Pemain: Alice Taglioni, Patrick Bruel, Marine Delterme,
Michel Aumon
Kisah
Alice
Telah dua kali saya mengelilingi
rak kumpulan DVD ini, tapi belum menemukan film yang sekarang ingin ditonton. Nampaknya
Si Maghrib belum melengkapi koleksi terbarunya, karena beberapa film telah
ditonton. Saat melihat isi rak yang sejajar dengan mata, kulihat cover seorang
wanita memeluk foto Woody Allen yang
bertuliskan “Paris-Manhattan”. Ah, sudah
lama tidak menonton film Perancis, terakhir menonton Les Miserables.
Tak sabar menonton film ini,
ronde pertama saya menontonnya sambil
menyetrika baju sepulang kerja. Terasa banyak adegan yang kepotong karena mata
lebih dipusatkan ke dalam baju yang sedang disetrika. Akhirnya, setelah makan
malam dan Ema tertidur, saya menonton film ini kembali dengan tenang.
Cerita diawali dari kisah Alice
sejak remaja yang menyukai karya film dari Woody Allen. Karya film dan akting
Woody Allen mampu memikat ketertarikan Alice pada film, hingga alur cerita
cinta pada filmnya dijadikan acuan dalam mencari seorang kekasih. Tiap kali dia
gagal mendapatkan kekasih, Woody Allen dalam poster langsung memberikan
konsultasi gratis terhadapnya. Bagaikan obat-obatan yang Alice berikan di apotek
yang dikelolanya.
“Obat dan Seks berguna untukmu
saat ini”, bilang Woody Allen dalam poster kepada Alice. Dia kesepian karena lelaki yang diharapkannya
menikah dengan adiknya, ditambah ayahnya
selalu berusaha menjodohkannya pada tiap lelaki yang ditemuinya, termasuk
kepada Victor. Lelaki yang berprofesi sebagai teknisi alarm ini berusaha
mendekati Alice melalui film-film Woody Allen, padahal dia tidak menyukainya.
Alice menolak pernyataan cinta Victor, karena ketidakjelasan profesi Victor dan
pernyataannya yang mengatakan kalau “Cinta di film Woody Allen tidak nyata”.
Profesi teknisi alarm belum
bisa memenuhi syarat mapan dalam hidupnya. Dia melihat adiknya harus bekerja
keras untuk menambah perekonomian keluarganya. Mungkin alas an inilah yang
membuat dia urung untuk menikah, ditambah kisah cinta Woody Allen tampak
sempurna untuknya; menunggu kekasih yang tepat (ganteng dan mapan). Lelaki yang
bagaikan cerita di film telah ditemuinya, namun dia telah berkeluarga. Alice
harus memilih antara lelaki yang merupakan perwujudan film woody atau lelaki
yang menolak film Woody. Pada akhirnya, Woody Allen ketika bertemu dengan Alice
berkata, “dia lelaki yang baik dan mencintaimu”.
Paris-Manhattan
Memang, Kota Paris diidentikkan
kota asmara; penuh cinta, kota yang memudahkan kita untuk menemukan cinta seorang
kekasih. Tapi, lain dengan Alice. Dia merasa belum menemukan orang yang
mencintainya seperti dia mencintai Woody Allen. Makanya, dia mencari lelaki
yang sesosok woody Allen.
Sejujurnya, saya belum menonton
film karya Woody Allen satu pun. Walau Film Midnight in Paris hamper ditonton.
Saya menceritakan kisah Alice berdasarkan isi film ini saja. Tapi, belum
menemukan kunci kenapa Alice begitu mencintai Woody Allen? Apakah karena
kegantengan di masa mudanya? Atau memang ketertarikan isi cerita film-filmnya?
Dulu, tiap hendak menonton film
saya lihat dulu cover filmnya, apakah pemain lelakinya ganteng, baru membaca
resensi filmnya. Sejak, saya bertapa dan berguru sama Teh Mona dan Kang Hikmat
di Toko Buku Nalar, saya mulai membiasakan membaca resensi filmnya. Nah, ketika
saya memegang DVD Midnight in Paris, dan melihat pemain lelakinya agak berumur,
DVDnya saya simpan kembali di rak, tanpa membaca resensinya sedikit pun.
Menyesalnya sekarang. Referensi
film yang pernah ditonton sedikit. Padahal, kegiatan menonton film saya lakukan
sejak masa kuliah. Saya baru bisa mengartikan judul filmnya saja, Paris-Manhattan, Kisah cinta Alice di
Paris yang terikat oleh Woody Allen di Manhattan.