http://www.textgiraffe.com/Ilma/Page2/
Sekarang, Ilma berusia 8 bulan lebih dua
minggu, berat badan 10 kg lebih 5 ons. Kedua pipinya tambah tembem, membuat
saya terus menciumnya. Ia pun berkata, “Babababa, Mama”.
Saya tak bisa berada jauh dengannya. Hal ini
menjadi alasan saya berhenti kerja yang memakan waktu dari pagi hingga sore
hari. Sebulan lalu, saya berangkat kerja tiap Pkl. 06.30 dan kembali ke rumah
Pkl. 17.30. Jarak dari rumah ke kantor begitu jauh. Adakalanya, mata saya basah
saat membayangkan Ilma ketika berangkat pagi di travel.
Saya berdoa semoga bisa menjadi sabar dan
kuat. Namun, saya tak mampu. Puncaknya adalah ketika mengetahui bahwa salah
satu saudara telah memberikan makanan yang belum pantas dimakannya. Padahal,
saya selalu mewanti-wanti pengasuh untuk menjaga makanannya. Tetap saja
kecolongan. Ini karena saya tak bisa tiap hari mengontrol, menjaga dan merawat
Ilma. Saya makin merasa bersalah.
Walaupun teman saya, Mas Kelik berkata,
“Kamu kan kerja demi masa depan anakmu, toh. Jadi, jangan merasa bersalah”. Ini
bisa menjadi alasan juga kenapa saya harus tetap bekerja. Disamping
mengembangkan pengetahuan yang saya miliki dan membantu suami meningkatkan perekonomian keluarga. Tapi, hati kecil saya
tidak merasa tenang. Tiap kali berpamitan berangkat kerja, raut muka Ilma
datar, seolah-olah ia berkata, “Mama, apa yang kau cari di sana? Aku hanya
ingin disusui, disuapi, dipeluk dan digendong olehmu”.
Benar kata salah satu narasumber penelitian
saya, Bu Leni, bahwa masa kecil anak hanya seumur hidup sekali, tak akan
tergantikan di waktu lain. Sama seperti saat menyusui Ilma. Walaupun kedua puting
payudara luka hingga berdarah, Ilma harus tetap menerima ASI. Karena tujuan
hidup seorang ibu bukan lagi untuk kepentingan dirinya sendiri, namun untuk
kehidupan anaknya.
Maka, tiap kali berangkat kerja, saya
membawa cooler bag, tas yang berisi
alat memerah ASI. Ya, kadang pula tak mencukupi kebutuhan ASI Ilma sehingga
dibantu susu formula. Walaupun saya dapat memenuhi kebutuhan ASI Ilma, saya
tetap khawatir kondisinya di rumah. Mungkin, orang lain akan bilang saya
sebagai, “ibu-ibu lebay”. Di saat
kerja, hati saya selalu ada di rumah. Jadinya, perasaan tidak tenang tiap
bekerja. Bagaimana saya ingin menceritakan tentang dunia Totochan, Pangeran
Kecil dan dunia dongeng lainnya kalau saya tak berada di rumah.
Semoga, saya dapat mendapatkan pekerjaan
lagi yang tidak menuntut untuk pergi setiap hari. Saya tetap bisa mengurus
keluarga dan memiliki waktu untuk membaca dan menulis. Bukankah kehidupan itu
satu kali saja? Kenapa tidak dinikmati. Maka, Ilma akan bilang, “Wawawawa, Mama”.
Manglayang,
14 April 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar